Susu adalah hasil sekresi yang mencakup kolostrum yang didapat dari proses pemerasan binatang sapi yang sehat. Susu dapat diproduksi secara utuh maupun memisahkan bagian lemaknya, merekonstruksi konsentrasinya, atau membuatnya menjadi bubuk. Kuantitas kandungan air pada susu menentukan rekonstruksi konsentrasi untuk membuatnya menjadi kering (Vaclavik VA & Christian EW 2008). SNI 1998 mendefinisikan susu sebagai cairan yang berasal dari sapi sehat dan bersih yang diperoleh dari pemerahan yang benar dimana kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan serta hanya boleh diproses dengan pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya.
Sifat Fisik dan Komposisi Susu
Susu merupakan cairan yang berwarna putih dan bersifat opaque (tidak tembus pandang), kadang agak kekuningan, selain itu memiliki rasa agak sedikit manis, bau yang khas, dan berkonsistensi homogen atau tidak bergumpal (Spreer 1998). Susu adalah emulsi lemak dalam air dengan pH 6.5-6.6, berat jenis 1,027-1,035 pada suhu ± 27°C, memiliki titik didih ± 100, 17°C, titik beku -0,5 sampai -0,61°C, dan kekentalan 1,005 centipoise secara kimia (Muchtadi dan Sugiyono 1992 dalam Hidayat NS 2008).
Susu memiliki komponen antara lain (Spreer 1998 dalam Sirindon M 2008):
1. Komponen alami, meliputi :
- Komponen mayor terdiri dari air lemak, protein, dan laktosa.
- Komponen minor terdiri dari garam, asam sitrat, enzim, vitamin, gas, dan fosfolipid.
2. Komponen asing meliputi benda asing, antibiotik, herbisida, insektisida, non-original water, zat atau residu desinfektan, dan mikroba.
Komponen susu antara lain : bahan kering (13%) yang terdiri dari lemak (4%), protein (3.4%), laktosa (4.8%), air (85% – 90%) dan abu (0.7%) (Spreer 1998 dalam Sirindon M 2008). Komposisi susu pada dasarnya sangat bervariasi tergantung dari berbagai faktor yang dapat mempengaruhi jalannya fisiologis sapi, misalnya faktor keturunan, makanan, iklim, suhu, waktu laktasi, dan prosedur pemerahan (Muctadi dan Sugiyono 1992 dalam Hidayat NS 2008).
Secara umum sel-sel di dalam susu yang normal mengandung sel sebanyak 0-200.000 sel/ml. Sel-sel tersebut terdiri dari sel mononuklear besar (65-70%), netrofil (0-8%), limfosit (5%) dan kadang-kadang monosit (Subronto 2003 dalam Hidayat NS 2008).
Faktor Penyebab Kerusakan Susu
Susu merupakan bahan pangan asal hewan yang tidak tahan lama disimpan dan mudah rusak (pershable food) serta merupakan bahan pangan berpotensial mengandung bahaya (potentially hazardous food). Menurut Winarno FG (2004), kerusakan bahan pangan seperti susu dapat berlangsung dengan cepat. Kerusakan pada susu dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Pertumbuhan dan aktivitas mikroba terutama bakteri, ragi, dan kapang. Beberapa mikroba dapat membentuk lendir, gas, busa, warna yang menyimpang, asam, racun dan lain-lain.
2. Aktivitas enzim-enzim di dalam susu.
Enzim yang terdapat pada susu tersebut dapat berasal dari mikroba atau sudah ada pada bahan pangan tersebut secara normal. Adanya enzim memungkinkan terjadinya reaksi-reaksi kimia labih cepat tergantung dari jenis enzim yang ada, selain itu juga dapat mengakibatkan bermacam-macam perubahan pada komposisi susu.
3. Suhu termasuk suhu pemanasan dan pendinginan.
Pemanasan dengan suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan protein (denaturasi), emulsi lemak, dan vitamin, sedangkan susu yang dibekukan akan menyebabkan pecahnya emulsi dan lemaknya akan terpisah. Pembekuan juga dapat menyebabkan kerusakan protein susu dan menyebabkan penggumpalan.
4. Kadar air.
Kadar air sangat berpengaruh pada daya simpan susu karena air inilah yang membantu pertumbuhan mikroba.
5. Udara terutama oksigen.
Oksigen dapat merusak vitamin, warna susu, cita rasa serta merupakan pemicu pertumbuhan mikroba aerobik. Susu yang mengandung lamak dapat menyebabkan ketengikan karena proses lipoksidase.
6. Sinar matahari.
Susu yang terkena sinar matahari secara langsung dapat berubah cita rasanya serta terjadi oksidasi lemak dan perubahan protein.
7. Jangka waktu penyimpanan.
Umumnya waktu penyimpanan susu yang lama akan menyebabkan kerusakan yang lebih besar.
Mikroorganisme Sebagai Indikator Cemaran dalam Susu
Mikroorganisme menggunakan susu sebagai bahan yang sangat ideal untuk pertumbuhannya. Mikroorgaisme dalam bahan pangan adalah mikroorganisme yang umum ditemukan dalam saluran pencernaan menusia dan hewan seperti bakteri koloform. Adanya mikroorganisme indikator di dalam suatu makanan menunjukkan telah terjadinya kontaminasi kotoran dan sanitasi yang tidak baik terhadap air, makanan, susu, dan produk susu (Supardi dan Sukamto 1999 dalam Sirindon M 2008).
Susu Segar atau Fresh Milk
Definisi dari susu segar adalah susu yang dihasilkan dari satu atau lebih sapi yang belum dipanaskan lebih dari 40°C. Definisi tersebut juga berlaku untuk susu yang diperoleh dari kambing, domba, atau kerbau. Umumnya istilah susu digunakan untuk susu sapi sedangkan susu dari hewan lain yang dipelihara untuk produksi susu disebut secara spesifik, misalnya susu kambing, susu domba, atau susu kerbau (Spreer 1998 dalam Sirindon M 2008).
Menurut International Diary Federation (IDF) dalam Sirindon M (2008), sebagai pihak mengatur tentang susu dan produknya, susu memenuhi semua kriteria sebagai pangan. Kriteria tersebut antara lain memiliki komponen nutrisi seperti lemak, protein, karbohidrat, vitamin, mineral, air dan zat antimikrobial.
Susu UHT
Susu UHT (Ultra High Temperature) adalah susu yang dibuat menggunakan proses pemanasan yang melebihi proses pasteurisasi, umunya mengacu pada kombinasi waktu dan suhu tertentu dalam rangka memperoleh produk komersil yang steril. Pemilihan kombinasi antara waktu dan suhu yang tepat disebut juga teknik sterilisasi UHT (Westhoff 1978).
Menurut definisi dari peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah Inggris, UHT adalah proses dimana produk susu diberi perlakuan pemanasan pada suhu diatas 1000 C dan dikemas secara aseptis, setelah melewati proses inkubasi yang tidak kurang dari 14 hari pada suhu 300 C serta bebas dari pencemaran mikroorganisme (Government Notice 2001).
Susu cair segar UHT dibuat dari susu cair segar yang diolah menggunakan pemanasan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang sangat singkat untuk membunuh seluruh mikroba sehingga memiliki mutu yang sangat baik. Secara kesuluruhan faktor utama penentu mutu susu UHT adalah bahan baku, proses pengolahan, dan pengemasannya. Bahan baku susu UHT cair segar adalah susu segar yang memiliki mutu tinggi terutama dalam komposisi gizi. Hal ini didukung oleh perlakuan pra panen hingga pasca panen yang terintegrasi. Pakan sapi harus diatur agar bermutu baik dan mengandung zat-zat gizi yang memadai, bebas dari antibiotika dan bahan-bahan toksis lainnya. Dengan demikian, sapi perah akan menghasilkan susu dengan komposisi gizi yang baik. Mutu susu segar juga harus didukung oleh cara pemerahan yang benar termasuk di dalamnya adalah pencegahan kontaminasi fisik dan mikrobiologis dengan sanitasi alat pemerah dan sanitasi pekerja. Susu segar yang baru diperah harus diberi perlakuan dingin termasuk transportasi susu menuju pabrik (Astawan M 2009).
Kelebihan-kelebihan susu UHT adalah daya simpannya yang sangat panjang pada suhu kamar yaitu mencapai 6-10 bulan tanpa bahan pengawet dan tidak perlu dimasukkan ke lemari pendingin. Jangka waktu ini lebih lama dari umur simpan produk susu cair lainnya seperti susu pasteurisasi. Susu UHT merupakan susu yang sangat higienis karena bebas dari seluruh mikroba (patogen, penyebab penyakit, dan pembusuk) atau spora sehingga potensi kerusakan mikrobiologis sangat minimal, bahkan hampir tidak ada. Kontak panas yang sangat singkat pada proses UHT menyebabkan mutu sensori (warna, aroma dan rasa khas susu segar) dan mutu zat gizi relatif tidak berubah (Astawan M 2009). Batas cemaran mikroba pada susu UHT yang dihitung dengan angka lempeng total dipersyaratkan berjumlah 0 koloni/g baik untuk susu UHT tawar maupun yang diberi zat penyedap cita rasa (Tabel 1).
Tabel 1 Spesifikasi persyaratan mutu susu UHT menurut SNI 01-3950-1998
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
Jenis A*) Jenis B*)
1. Keadaan - - -
1.1 Warna - Khas, normal sesuai tabel Khas, normal sesuai tabel
1.2 Bau - Khas, normal sesuai tabel Khas, normal sesuai tabel
1.3 Rasa - Khas, normal sesuai tabel Khas, normal sesuai tabel
*)Jenis A = Susu UHT tawar
Jenis B = Susu UHT yang diberi zat penyedap citarasa
Kerusakan susu UHT sangat mudah dideteksi secara visual, ciri utama yang umum terjadi adalah kemasan menggembung. Gembungnya kemasan terjadi akibat kebocoran kemasan yang memungkinkan mikroba-mikroba pembusuk tumbuh dan memfermentasi susu. Fermentasi susu oleh mikroba pembusuk menghasilkan gas CO2 yang menyebabkan gembung. Kerusakan juga ditandai oleh timbulnya bau dan rasa yang masam. Susu UHT selain menghasilkan gas, tetapi fermentasi oleh mikroba pembusuk juga menghasilkan alkohol dan asam-asam organik yang menyebabkan susu beraroma asam (Astawan M 2009).
Susu Kental Manis atau Sweetened Condensed Milk
Susu kental, juga dikenal sebagai susu kental manis, adalah susu sapi yang diambil airnya dan ditambahkan gula sehingga menjadi produk yang kental dan manis yang dapat bertahan selama beberapa tahun tanpa harus disimpan didalam kulkas jika kemasannya belum dibuka. Produk ini tidak disterilisasi, tetapi diawetkan dengan konsentrasi gula yang tinggi. Produk ini dapat dibuat dari susu utuh atau susu skim (Anonim 2009).
Susu kental manis diproses dengan pasteurisasi tanpa sterislisasi karena kandungan gulanya yang tinggi (60% pada fase air) berperan dalam mencegah perkembangan bakteri. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan tekanan osmotik pada bakteri air yakni pada fase pertumbuhannya (Vaclavik VA & Christian EW 2008).
Menurut SNI 2008, susu kental manis atau SKM mengandung air (20-30%), bahan kering (70-80%) abu (115-2,2%), lemak (8-10%), protein (7-10%), laktosa (10-14%), sakarosa ( 42-48%), bahan pengawet (negatif), logam berbahaya (negatif), bakteri ( negatif).
Emulsi
Emulsi merupakan suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan lain, yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling antagonis. Beberapa jenis emulsi yang biasa ditemukan pada makanan yaitu mayonnaise, french dressing, cheese cream, kuning telur, serta susu. Emulsi biasanya terbagi atas tiga bagian utama yaitu: bagian yang terdispersi yang terdiri dari butir-butir yang biasanya terdiri dari lemak, media pendispersi yang juga dikenal sebagai continuous phase, yang biasanya terdiri dari air, emulsifier yang berfungsi menjaga agar butir minyak tadi tetap tersuspensi di dalam air (Winarno FG 2004).
Emulsi dapat terjadi secara permanen dan temporer. Emulsi temporer terjadi misalnya pada suatu minyak dan air yang dikocok bersama-sama, akan terbentuk butir-butir lemak dan kemudian terbentuk suatu emulsi, tetapi apabila dibiarkan partikel-partikel minyak akan bergabung lagi dan memisahkan diri dari molekul air. Hal ini disebut sebagai emulsi temporer. Emulsi mantap (permanent emulsion) memerlukan bahan yang mampu membentuk selaput atau film di sekeliling butiran yang terdispersi sehingga mencegah bersatunya kembali butir-butir tersebut. Bahan tersebut dikenal sebagai emulsifier. Beberapa bahan yang dapat berfungsi sebagai emulsifier yaitu: kuning telur, putih telur, gelatin, pektin, pasta kanji, kasein, albumin, atau beberapa tepung yang sangat halus seperti tepung paprika atau mustard (Winarno FG 2004).
Daya kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak maupun air. Emulsifier tersebut apabila lebih terikat pada air atau lebih larut dalam air (polar) maka dapat lebih membantu terjadinya dispersi minyak dalam air sehingga terjadilah emulsi minyak dalam air (o/w), misalnya pada susu. Emulsifier yang lebih larut dalam minyak (nonpolar) menyebabkan terjadinya emulsi air dalam minyak (w/o), contohnya pada mentega dan margarin (Winarno FG 2004).
Agar-agar
Agar-agar sering digunakan sebagai kontrol karena memiliki tekstur yang keras, butiran yang halus, dan membaur. Agar-agar adalah karbohidrat dengan berat molekul yang mengisi dinding sel. Agar-agar tergolong kelompok pektin dan merupakan suatu polimer dari monomer galaktosa. Tekstur padat-cair terbentuk karena pada saat didinginkan, molekul agar-agar mulai saling merapat, memadat, dan membentuk kisi yang mengurung molekul-molekul air. Makin besar konsentrasi pektin maka makin keras gel yang terbentuk (Whitehurst RJ 2004).
Emulsifier
Emulsifier atau zat pengemulsi didefinisikan sebagai senyawa yang mempunyai aktivitas permukaan (surface-active agents) sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan (surface tension) antara udara-cairan dan cairan-cairan yang terdapat dalam suatu sistem makanan. Kemampuannya menurunkan tegangan permukaan menjadi hal menarik karena emulsifier memiliki keunikan struktur kimia yang mampu menyatukan dua senyawa berbeda polaritasnya. Tingkat penurunan tegangan permukaan oleh senyawa pengemulsi berkisar antara 50 dyne/cm hingga kurang dari 10 dyne/cm jika digunakan pada konsentrasi lebih kecil dari 0,2 persen. Sejumlah energi dibutuhkan untuk membentuk antar permukaan yang baru pada suatu sistem emulsi. Daya kerja emulsifier mampu menurunkan tegangan permukaan yang dicirikan oleh bagian lipofilik (non-polar) dan hidrofilik (polar) yang terdapat pada struktur kimianya. Ukuran relatif bagian hidrofilik dan lipofilik zat pengemulsi menjadi faktor utama yang menentukan perilakunya dalam pengemulsian (Anonim 2008).
Emulsifier banyak dijual di pasaran dan umumnya dikenal dengan merek TBM, SP, atau Ovalet. Fungsinya selain membantu mengembangkan kue, juga dapat mengemulsi bahan-bahan agar tercampur baik hingga bisa mengembang sempurna. Keuntungan menggunakan emulsifier adalah lebih ekonomis, bahan telur bisa dikurangi, adonan tetap stabil meski lama belum bisa dimasukkan ke dalam oven, dan pengocokan bisa dilakukan dalam waktu singkat namun cepat mengembang. Penggunaan emulsifier juga membuat cake lebih halus. Kerugiannya adalah jika penggunaan emulsifier terlalu banyak akan menyebabkan kue menjadi kurang enak rasanya (Riana S 2009).
Faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi bermacam-macam. Faktor-faktor tersebut adalah tipe pengemulsi, konsentrasi pengemulsi, ukuran tetesan, pH, viskositas, stabilizers, pemanasan, pendinginan, pembekuan, atau pengguncangan (Vaclavik VA & Christian EW 2008).
Protein adalah emulsifier yang paling baik dimana protein dapat berdenaturasi serta menyerap zat-zat sehingga membentuk sifat yang stabil. Protein berfungsi untuk menyatukan hidrofobik pada minyak dan hidrofilik pada air. Protein terbaik yang digunakan sebagai emulsifier adalah kuning telur dan susu karena tingkat kestabilannya untuk membentuk kesatuan yang baik, sedangkan putih telur adalah protein pembuat busa terbaik. Telur mengandung lipoprotein dan fosfolipid seperti lesitin yang dikenal sebagai misel. Struktur misel pada lesitin tersebut adalah bagian yang membuat emulsifier tersebut bekerja dengan baik (Hasenhuettl GL & Hartel RW 2008).
Kuning dan Putih Telur
Gelatin dan albumin pada putih telur adalah protein yang bersifat sebagai emulsifier dengan kekuatan biasa dan kuning telur merupakan emulsifier yang paling kuat. Paling sedikit sepertiga kuning telur merupakan lemak, tetapi yang menyebabkan daya emulsifier kuat adalah kandungan lesitin dalam bentuk kompleks sebagai lesitin protein (Winarno FG 2004).
Tepung Kanji
Tepung kanji, tapioka, tepung singkong, atau aci adalah tepung yang diperoleh dari umbi akar ketela pohon. Tepung kanji merupakan salah satu emulsifier yang bagus untuk makanan. Tepung ini memiliki sifat-sifat fisik yang hampir sama dengan tepung sagu sehingga penggunaan keduanya dapat dipertukarkan. Emulsifier tepung kanji dapat menghasilkan tekstur yang lunak pada zat terdispersi, selain itu juga menghasilkan butiran-butiran yang halus, serta dapat menyatu dengan zat terdispersi. Tepung ini sering digunakan untuk membuat makanan dan untuk bahan perekat. Banyak makanan tradisional yang menggunakan tepung kanji atau tapioka sebagai bahan bakunya, seperti bakso batagor, siomay, comro, misro, cireng, dan pempek (Anonim 2009).
Tepung kanji adalah salah satu tepung yang tidak membentuk gel. Gel yang terbentuk akan membuat bahan makanan tidak dapat teraduk rata serta berviskositas tinggi (Vaclavik VA & Christian EW 2008).
Susu Bubuk
Susu bubuk adalah bubuk yang dibuat dari susu kering yang solid. Susu bubuk mempunyai daya tahan yang lebih lama dari pada susu cair dan tidak perlu disimpan di lemari es karena kandungan uap airnya sangat rendah. Susu bubuk selain sebagai pelengkap gizi, dapat pula berperan sebagai emulsifier dalam proses emulsi suatu bahan pangan yang sangat bagus (Anonim 2009).
Susu bubuk merupakan emulsifier yang baik dari segi tekstur, kemantapan emulsi, ukuran dispersi, maupun rasa. Hal ini dikarenakan susu bubuk merupakan emulsifier yang lebih terikat pada air atau lebih larut dalam air (polar) sehingga dapat lebih membantu terjadinya dispersi minyak dalam air dan menyebabkan terjadinya emulsi minyak dalam air. Bahan pangan yang dalam pembuatannya ditambahkan susu sebagai emulsifier akan menghasilkan tekstur, aroma, dan rasa yang lebih bagus dibandingkan dengan bahan pangan yang sama yang tidak ditambahkan emulsifier susu. Emulsifier susu bubuk dapat membuat tekstur zat terdispersi menjadi lunak, butiran zat terdispersi menjadi halus, dan meningkatkan kemantapan emulsi (Anonim 2009).
Sumber : http://dita8.wordpress.com/2010/06/07/emulsi-dan-susu/
Posting Komentar